Caring Dalam Keperawatan
Oleh:
Nama : Putu Dedi Prasetya
NIM :
C1113010
Kelas : 1A Keperawatan
Prodi s1 keperawatan
Stikes bina usada bali
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 .LATAR BELAKANG
Di era globalisasi ini,segala bidang kehidupan
sedang mengalami perkembangan bahkan kemajuan.Salah satunya adalah bidang
pelayanan kesehatan.bidang pelayanan kesehatan tidak hanya sarana dan prasarana
yang mengalami kemajuan,tetapi juga profesionalisme dari tenaga kesehatan.
Lingkungan kesehatan seperti rumah
sakit,perawat akan berhadapan dengan klien dan tenaga kesehatn lainnya.Oleh
karena itu,Perawat harus terus meningkatkan profesionalismenya,
yaitu
meningkatkan perilaku caring.Caring bukan semata-mata
perilaku. Caring adalah cara yang memiliki makna dan
memotivasi tindakan. Caring juga didefinisikan sebagai
tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi sambil
meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et all, 1999).
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apakah Pengertian
caring consept secara umum dalam keperawatan ?
2. Bagaimana perbedaan
antara caring dan curing consept ?
3. Apasaja prilaku caring yang dapat ditemui dalam tatanan
pelayanan kesehatan?
4. Apa pengertian
transkultural nursing ?
5. Apasaja contoh-contoh
aplikasi traskultural nursing pada beberapa masalah kesehatan ?
1.3 Tujuan
Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas mata
kuliah Konsep Dasar Keperawatan I, menambah wawasan tentang
Konsep Caring di Sepanjang Rentang Kehidupan, agar kami mahasiswa
mengerti tentang bagaimana perilaku caring dalam proses dan praktik keperawatan,
dan sebagai salah satu sarana belajar mahasiswa
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Caring Secara Umum
Secara bahasa, istilah caring diartikan
sebagai tindakan
kepedulian. Caring secara umum
dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi orang lain,
pengawasan dengan waspada, serta suatu perasaaan empati pada orang lain dan
perasaan cinta atau menyayangi.
Pengertian caring berbeda
dengan care. Care adalah fenomena yang berhubungan
dengan orang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku
kepada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi
kebutuhan aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas
kehidupan manusia. Sedangkan caring adalah tindakan nyata dari care yang
menunjukkan suatu rasa kepedulian.
Terdapat beberapa
pengertian caring menurut beberapa ahli, antara lain :
Florence nightingale (1860) : caring
adalah tindakan yang menunjukkan pemanfaatan lingkungan pasien dalam membantu
penyembuhan, memberikan lingkungan bersih, ventilasi yang baik dan tenang
kepada pasien.
Delores gaut (1984) : caring tidak
mempunyai pengertian yang tegas, tetapi ada tiga makna dimana ketiganya tidak
dapat dipisahkan, yaitu perhatian, bertanggung jawab, dan ikhlas.
Crips dan Taylor (2001) : caring merupakan
fenomena universal yang mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir, merasakan,
dan berperilaku dalam hubungannya dengan orang lain.
Rubenfild (1999) : caring yaitu memberikan
asuhan, tanggunggung jawab, dan ikhlas.
Crips dan Taylor (2001) : caring merupakan
fenomena universal yang mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir, merasakan,
dan berperilaku dalam hubungannya dengan orang lain.
Rubenfild (1999) : caring yaitu
memberikan asuhan, dukungan emosional pada klien, keluarga, dan kerabatnya
secara verbal maupun nonverbal.
Jean watson (1985) : caring merupakan komitmen
moral untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan emosional pada
klien, keluarga, dan kerabatnya secara verbal maupun nonverbal.
Jean watson (1985) : caring merupakan komitmen
moral untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan martabat manusia.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat
dipersingkat bahwa pengertian caring secara umum adalah suatu tindakan moral
atas dasar kemanusiaan, sebagai suatu cerminan perhatian, perasaan empati dan
kasih sayang kepada orang lain, dilakukan dengan cara memberikan tindakan nyata
kepedulian, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan kondisi kehidupan
orang tersebut. Caring merupakan inti dari keperawatan.
Persepsi
Klien Tentang Caring
Penelitian tentang persepsi klien penting
karena pelayanan kesehatan merupakan fokus terbesar dari tingkat kepuasan
klien. Jika klien merasakan penyelenggaraan pelayanan kesaehatan bersikap
sensitif, simpatik, merasa kasihan, dan tertarik terhadap mereka sebagai
individu, mereka biasanya menjadi teman sekerja yang aktif dalam merencanakan
perawatan ( Attree, 2001 ). Klien dalam penelitian ini menunjukkan bahwa mereka
semakin puas saat perawat melakukan caring.
Biasanya klien dan perawat melakukan persepsi
yang berbeda tentang caring ( Mayer, 1987; Wolf, Miller, dan Devine, 2003 ).
Untuk alasan tersebut, fokuskan pada membangun suatu hubungan yang membuat
perawat mengetahui apa yang penting bagi klien. Contoh, perawat mempunyai klien
yang takut untuk dipasang kateter intravena, perawat tersebut adalah perawat
yang belum terampil dalam memasukkan kateter intravena. Perawat tersebut
memutuskan bahwa klien akan lebih diuntungkan jika dibantu oleh perawat yang
sudah terampil daripada memberikan penjelasan prosedur untuk mengurangi
kecemasan. Dengan mengetahui siapa klien, dapat membantu perawat dalam memilih
pendekatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien.
Etika Pelayanan
Watson ( 1988 ) menyarankan agar caring sebagai suatu sikap moral yang
ideal, memberikan sikap pendirian terhadap pihak yang melakukan intervensi
seperti perawat. Sikap pendirian ini perlu untuk menjamin bahwa perawat bekerja
sesuai standar etika untuk tujuan dan motivasi yang baik. Kata etika merujuk
pada kebiasaan yang benar dan yang salah. Dalam setiap pertemuan dengan klien,
perawat harus mengetahui kebiasaan apa yang sesuai secara etika. Etika
keperawatan bersikap unik, sehingga perawat tidak boleh membuat keputusan hanya
berdasarkan prinsip intelektual atau analisis.
Etika keperawatan berfokus pada hubungan antara individu dengan karakter
dan sikap perawat terhadap orang lain. Etika keperawatan menempatkan perawat
sebagai penolong klien, memecahkan dilema etis dengan cara menghadirkan
hubungan dan memberikan prioritas kepada klien dengan kepribadian khusus.
Nurse Caring Behavior
1. Persepsi klien wanita ( Riemen,
1986 )
v Berespon terhadap keunikan klien
v Memahami dan mendukung perhatian klien
v Hadir secara fisik
v Memiliki sikap dan menunjukkan prilaku yang membuat klien merasa dihargai
sebagai manusia
v Kembali ke klien dengan sukarela tanpa diminta
v Menunjukkan perhatian yang memberi kenyamanan dan merelaksasi klien
v Bersuara halus dan lembut
v Memberi perasaan nyaman
2. Persepsi klien pria ( Riemen, 1986 )
v Hadir secara fisik sehingga klien merasa dihargai
v Kembali ke klien dengan sukarela tanpa diminta
v Membuat klien merasa nyaman, relaks, dan aman
v Hadir untuk memberi kenyamanan dan memenuhi kebutuhan klien sebelum diminta
v Menggunakan suara dan sikap yang baik, halus, lembut dan menyenangkan
3. Persepsi klien kanker dan keluarga ( Mayer, 1986 )
v Mengetahui bagaimana memberikan injeksi dan mengelola peralatan
v Bersikap ceria
v Mendorong klien untuk menghubungi perawat bila klien mempunyai masalah
v Mengutamakan atau mendahulukan kepentingan klien
v Mengantisipasi pengalaman pertama adalah yang terberat
4. Persepsi klien dewasa yang dirawat ( Brown, 1986 )
v Kehadirannya menentramkan hati
v Memberikan informasi
v Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan profesional
v Mampu menangani nyeri atau rasa sakit
v Memberi waktu yang lebih banyak dari yang dibutuhkan
v Mempromosikan otonomi
v Mengenali kualitas dan kebutuhan individual
v Selalu mengawasi klien
5. Persepsi dari keluarga
v Jujur
v Memberikan penjelasan dengan jelas
v Selalu menginformasikan keluarga
v Mencoba untuk membuat klien nyaman
v Menunjukkan minat dalam menjawab pertanyaan
v Memberikan perawatan emergensi bila perlu
v Menjawab pertanyaan anggota keluarga secara jujur, terbuka dan ikhlas
v Mengijinkan klien melakukan sesuatu untuk dirinya sebisa mungkin
v Mengajarkan keluarga cara memelihara kondisi fisik yang lebih nyaman
2.2
Perbedaan Caring dan Curing
Keperawatan sebagai
suatu profesi dan berdasarkan pengakuan masyarakat adalah ilmu kesehatan
tentang asuhan atau pelayanan keperawatan atau The Health Science of
Caring (Lindberg,1990:40). Secara bahasa, caring dapat diartikan
sebagai tindakan kepedulian dan curing dapat diartikan sebagai
tindakan pengobatan. Namun, secara istilah caring dapat
diartikan memberikan bantuan kepada individu atau sebagai advokasi pada
individu yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Sedangkan curing adalah
upaya kesehatan dari kegiatan dokter dalam prakteknya untuk mengobati klien.
Dalam penerapannya, konsep caring dan curing mempunyai
beberapa perbedaan, diantaranya:
1. Caring merupakan
tugas primer perawat dan curing adalah tugas sekunder.
Maksudnya seorang perawat lebih melakukan tindakan kepedulian terhadap klien
daripada memberikan tindakan medis. Oleh karena itu, caring lebih identik
dengan perawat.
2. Curing merupakan
tugas primer seorang dokter dan caring adalah tugas sekunder.
Maksudnya seorang dokter lebih melibatkan tindakan medis tanpa melakukan
tindakan caring yang berarti. Oleh karena itu, curing lebih identik dengan
dokter.
3. Dalam
pelayanan kesehatan klien yang dilakukan perawat, ¾ nya adalah caring dan ¼
nya adalahcuring.
4. Caring bersifat
lebih “Healthogenic” daripada curing.
Maksudnya caring lebih
menekankan pada peningkatan kesehatan daripada pengobatan. Di dalam
praktiknya, caring mengintegrasikan pengetahuan biofisik dan
pengetahuan perilaku manusia untuk meningkatkan derajat kesehatan dan untuk
menyediakan pelayanan bagi mereka yang sakit.
5. Tujuan caring adalah
membantu pelaksanaan rencana pengobatan/terapi dan membantu klien beradaptasi
dengan masalah kesehatan, mandiri memenuhi kebutuhan dasarnya, mencegah
penyakit, meningkatkan kesehatan dan meningkatkan fungsi tubuh sedangkan
tujuan curing adalah menentukan dan menyingkirkan penyebab
penyakit atau mengubah problem penyakit dan penanganannya.
6. Diagnosa
dalam konsep curing dilakukan dengan mengungkapkan penyakit
yang diderita sedangkan diagnosa dalam konsep caring dilakukan
dengan identifikasi masalah dan penyebab berdasarkan kebutuhan dan respon
klien.
2.3 Perilaku Caring Yang Dapat Ditemui
Dalam Tatanan Keperawatan
Caring bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan,
tetapi merupakan hasil dari kebudayaan, nilai-nilai, pengalaman, dan dari
hubungan dengan orang lain. Sikap keperawatan yang berhubungan dengancaring adalah
kehadiran, sentuhan kasih sayang, mendengarkan, memahami klien, caring dalam
spiritual, dan perawatan keluarga.
1. Kehadiran
Kehadiran adalah suatu
pertemuan antara seseorang dengan seseorang lainnya yang merupakan sarana untuk
mendekatkan diri dan menyampaikan manfaat caring. Menurut
Fredriksson (1999), kehadiran berarti “ada di” dan “ada dengan”. “Ada di”
berarti kehadiran tidak hanya dalam bentuk fisik, melainkan juga komunikasi dan
pengertian. Sedangkan “ada dengan” berarti perawata selalu bersedia dan ada
untuk klien (Pederson, 1993). Kehadiran seorang perawat membantu menenangkan
rasa cemas dan takut klien karena situasi tertekan.
2. Sentuhan
Sentuhan merupakan salah
satu pendekatan yang menenangkan dimana perawat dapat mendekatkan diri dengan
klien untuk memberikan perhatian dan dukungan. Ada dua jenis sentuhan, yaitu
sentuhan kontak dan sentuhan non-kontak. Sentuhan kontak merupakan sentuhan
langsung kullit dengan kulit. Sedangkan sentuhan non-kontak merupakan kontak
mata. Kedua jenis sentuhan ini digambarkn dalam tiga kategori :
a) Sentuhan
Berorientasi-tugas
Saat melaksanakan
tugas dan prosedur, perawat menggunakan sentuhan ini. Perlakuan yang ramah dan
cekatan ketika melaksanakan prosedur akan memberikan rasa aman kepada klien.
Prosedur dilakukan secara hati-hati dan atas pertimbangan kebutuhan klien.
b) Sentuhan
Pelayanan (Caring)
Yang termasuk dalam
sentuhan caring adalah memegang tangan klien, memijat punggung
klien, menempatkan klien dengan hati-hati, atau terlibat dalam pembicaraan
(komunikasi non-verbal). Sentuhan ini dapat mempengaruhi keamanan dan
kenyamanan klien, meningkatkan harga diri, dan memperbaiki orientasi tentang
kanyataan (Boyek dan Watson, 1994).
c) Sentuhan
Perlindungan
Sentuhan ini
merupakan suatu bentuk sentuhan yang digunakan untuk melindungi perawat
dan/atau klien (fredriksson, 1999). Contoh dari sentuhan perlindungan adalah
mencegah terjadinya kecelakaan dengan cara menjaga dan mengingatkan klien agar
tidak terjatuh.
Sentuhan
dapat menimbulkan berbagai pesan, oleh karena itu harus digunakan secara
bijaksana.
3. Mendengarkan
Untuk lebih
mengerti dan memahami kebutuhan klien, mendengarkan merupakan kunci, sebab hal
ini menunjukkan perhatian penuh dan ketertarikan perawat. Mendengarkan membantu
perawat dalam memahami dan mengerti maksud klien dan membantu menolong klien
mencari cara untuk mendapatkan kedamaian.
4. Memahami
klien
Salah satu
proses caring menurut Swanson (1991) adalah memahami klien.
Memahami klien sebagai inti suatu proses digunakan perawat dalam membuat
keputusan klinis. Memahami klien merupakan pemahaman perawat terhadap klien
sebagai acuan melakukan intervensi berikutnya (Radwin,1995). Pemahaman klien
merupakan gerbang penentu pelayanan sehingga, antara klien dan perawat terjalin
suatu hubungan yang baik dan saling memahami.
5. Caring
Dalam Spiritual
Kepercayaan dan
harapan individu mempunyai pengaruh terhadap kesehatan fisik seseorang.
Spiritual menawarkan rasa keterikatan yang baik, baik melalui hubungan
intrapersonal atau hubungan dengan dirinya sendiri, interpersonal atau hubungan
dengan orang lain dan lingkungan, serta transpersonal atau hubungan dengan
Tuhan atau kekuatan tertinggi.
Hubungan caring
terjalin dengan baik apabila antara perawat dan klien dapat memahami satu
sama lain sehingga keduanya bisa menjalin hubungan yang baik dengan melakukan
hal seperti, mengerahkan harapan bagi klien dan perawat; mendapatkan
pengertian tentang gejala, penyakit, atau perasaan yang diterima klien;
membantu klien dalam menggunakan sumber daya sosial, emosional, atau spiritual;
memahami bahwa hubungan caring menghubungkan manusia dengan manusia, roh dengan
roh.
6. Perawatan Keluarga
Keluarga merupakan
sumber daya penting. Keberhasilan intervensi keperawatan sering bergantung pada
keinginan keluarga untuk berbagi informasi dengan perawat untuk menyampaikan
terapi yang dianjurkan. Menjamin kesehatan klien dan membantu keluarga untuk
aktif dalam proses penyembuhan klien merupakan tugas penting anggota keluarga.
Menunjukkan perawatan keluarga dan perhatian pada klien membuat suatu
keterbukaan yang kemudian dapat membentuk hubungan yang baik dengan anggota
keluarga klien.
2.4 Pengertian Transcultural Nursing
Transcultural Nursing adalah suatu
keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus
memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan,
sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan,
dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya
atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).
Konsep Transcultural Nursing
Keperawatan transkultural adalah ilmu dan kiat
yang humanis yang difokuskan pada prilaku individu atau kelompok, serta proses
untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat dan perilaku sakit secara
fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya. (Leininger, 2002).
Konsep Utama
Transcultural Nursing:
Care : perawat memberikan bimbingan dukungan kepada klien à untuk meningkatkan
kondisi klien
Caring : tindakan mendukung, berbentuk aksi atau tindakan
Culture : perawat mempelajari, saling share/berbagi pemahaman tentang
kepercayaan dan budaya klien
Cultural care : kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
norma/ kepercayaan
Nilai kultur : keputusan/kelayakan untuk
bertindak
Perbedaan kultur : berupa variasi-variasi pola
nilai yang ada di masyarakat mengenai keperawatan
Cultural care university : hal-hal umum dalam sistem nilai, norma dan
budaya
Etnosentris : keyakinan ide, nilai, norma,
kepercayaan lebih tinggi dari yang lain
Cultural Imposion : kecenderungan tenaga kesehatan memaksakan
kepercayaan kepada klien
Peran dan Fungsi Transkultural
Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap
kehidupan individu . Oleh sebab itu , penting bagi perawat mengenal latar
belakang budaya orang yang dirawat ( Pasien ) . Misalnya kebiasaan hidup sehari
– hari , seperti tidur , makan , kebersihan diri , pekerjaan , pergaulan social
, praktik kesehatan , pendidikan anak ekspresi perasaan , hubungan kekeluargaaan ,
peranan masing – masing orang menurut umur . Kultur juga terbagi dalam sub –
kultur .
Subkultur adalah kelompok pada suatu kultur
yang tidak seluruhnya mengaanut pandangan keompok kultur yang lebih besar atau
memberi makna yang berbeda . Kebiasaan hidup juga saling berkaitan dengan
kebiasaan cultural.
Nilai – nilai budaya Timur , menyebabkan sulitnya wanita yang hamil mendapat pelayanan dari dokter pria . Dalam beberapa setting , lebih mudah menerima pelayanan kesehatan pre-natal dari dokter wanita dan bidan . Hal ini menunjukkan bahwa budaya Timur masih kental dengan hal – hal yang dianggap tabu.
Nilai – nilai budaya Timur , menyebabkan sulitnya wanita yang hamil mendapat pelayanan dari dokter pria . Dalam beberapa setting , lebih mudah menerima pelayanan kesehatan pre-natal dari dokter wanita dan bidan . Hal ini menunjukkan bahwa budaya Timur masih kental dengan hal – hal yang dianggap tabu.
Dalam tahun – tahun terakhir ini , makin
ditekankan pentingknya pengaruh kultur terhadap pelayanan perawatan . Perawatan
Transkultural merupakan bidang yang relative baru ; ia berfokus pada studi
perbandingan nilai – nilai dan praktik budaya tentang kesehatan dan hubungannya
dengan perawatannya . Leininger ( 1991 ) mengatakan bahwa transcultural nursing
merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun
kesamaan nilai – nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda ras , yang
mempengaruhi pada seseorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada
pasien. Perawatan transkultural adalah berkaitan dengan praktik budaya yang
ditujukan untuk pemujaan dan pengobatan rakyat (tradisional) . Caring practices
adalah kegiatan perlindungan dan bantuan yang berkaitan dengan kesehatan.
Menurut Dr. Madelini Leininger , studi praktik
pelayanan kesehatan transkultural adalah berfungsi untuk meningkatkan pemahaman
atas tingkah laku manusia dalam kaitan dengan kesehatannya . Dengan
mengidentifikasi praktik kesehatan dalam berbagai budaya ( kultur ) , baik di
masa lampau maupun zaman sekarang akan terkumpul persamaan – persamaan .
Lininger berpendapat , kombinasi pengetahuan tentang pola praktik transkultural
dengan kemajuan teknologi dapat menyebabkan makin sempurnanya pelayanan
perawatan dan kesehatan orang banyak dan berbagai kultur.
2.5 contoh-contoh aplikasi traskultural nursing
pada beberapa masalah kesehatan
A.
Aplikasi transkultural pada masalah
penyakit kronik
Penyakit kronik adalah penyakit yang timbul bukan
secara tiba-tiba, melainkan akumulasi dari sesuatu penyakit hingga akhirnya
menyebabkan penyakit itu sendiri. (Kalbe medical portal) Penyakit kronik
ditandai banyak penyebab. Contoh penyakit kronis adalah diabetes, penyakit
jantung, asma, hipertensi dan masih banyak lainnya. Ada hubungan antara
penyakit kronis dengan depresi. Depresi adalah kondisi kronis yang mempengaruhi
pikiran seseorang, perasaan dan perilaku sehingga sulit untuk mengatasi
peristiwa kehidupan sehari-hari. (Andres
Otero-Forero,
Queensland Transcultural Mental Health Centre).
|
Seseorang
yang menderita depresi memiliki kemungkinan lebih tinggi menderita penyakit
kronis seperti diabetes, penyakit jantung atau asma. Penyebab depresi itu
sendiri kompleks, terkait dengan lingkungan interaksi seseorang maupun
kepribadiaannya sendiri. Beberapa faktor penyebab umum adalah:
•
Faktor herediter
|
•
Trauma
|
•
Isolasi atau kesepian
|
•
Pengangguran
|
• konflik Keluarga
|
•
Kesulitan penyelesaian
|
•
Stres
|
•
Nyeri
|
Berbagai jenis depresi memerlukan cara yang
berbeda dalam jenis pengobatannya. Untuk depresi ringan, dapat dianjurkan untuk
melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Dalam kasus depresi parah, dianjurkan
untuk mengkonsumsi obat dan psikoterapi. Salah satu pendekatan yang muncul
menjadi lebih umum untuk segala bentuk depresi adalah manajemen diri. Manajemen
diri mengacu pada strategi orang menggunakan untuk berurusan dengan kondisi
mereka. Dimana seseorang melibatkan tindakan, sikap atau tujuan dalam mengambil
atau membuat keputusan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan.
Pengobatan
terhadap penyakit kronik yang telah dilakukan di masyarakat saat ini amat
beragam. Tidak dapat
dipungkiri bahwa sistem pengobatan
tradisional juga merupakan sub unsur kebudayaan masyarakat sederhana yang telah
dijadikan sebagai salah satu cara pengobatan. Pengobatan inilah yang
juga menjadi aplikasi dari transkultural dalam mengobati suatu penyakit kronik.
Pengobatan tradisional ini dilakukan berdasarkan budaya yang telah diwariskan
turun-temurun. Beberapa contohnya
adalah sebagai berikut:
1.
Masyarakat negeri Pangean lebih memilih
menggunakan ramuan dukun untuk menyembuhkan penyakit TBC, yaitu daun waru yang
diremas dan airnya dimasak sebanyak setengah gelas.
2.
Masyarakat di Papua percaya bahwa penyakit
malaria dapat disembuhkan dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan lalu
memetik daun untuk dibuat ramuan untuk diminum dan dioleskan ke seluruh tubuh.
3.
|
Masyarakat
Jawa memakan pisang emas bersamaan
dengan kutu kepala (Jawa: tuma) tiga kali sehari untuk pengobatan
penyakit kuning.
Pengobatan tradisional yang sering dipakai
berupa pemanfaatan bahan-bahan herbal. Herba sambiloto menjadi sebuah contoh
yang khasiatnya dipercaya oleh masyarakat dapat mengobati penyakit-penyakit
kronik, seperti hepatitis, radang paru (pneumonia), radang saluran nafas
(bronchitis), radang ginjal (pielonefritis), radang telinga tengah (OMA),
radang usus buntu, kencing nanah (gonore), kencing manis (diabetes melitus).
Daun lidah budaya dan tanaman pare juga dijadikan sebagai pengobatan herbal.
Tumbuhan tersebut berkhasiat menyebuhkan diabetes melitus.
Tidak hanya di Indonesia, di luar negeri
pun masih ada negara yang meyakini bahwa pengobatan medis bukan satu-satunya
cara mengobati penyakit kronik. Misalnya, di Afrika, penduduk Afrika masih
memiliki keyakinan tradisional tentang kesehatan dan penyakit. Mereka
menganggap bahwa obat-obatan tradisional sudah cukup untuk mengganti produk yag
akan dibeli, bahkan mereka menggunakan dukun sebagai penyembuh tradisional. Hal
seperti ini juga terjadi di Amerika, Eropa, dan Asia.
2. Aplikasi transkultural pada gangguan nyeri
Nyeri adalah
pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan
jaringan yang actual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk
mencari bantuan perawatan kesehatan. Selanjutnya, definisi nyeri menurut
keperawatan adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang
mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya. Peraturan utama dalam
merawat pasien nyeri adalah bahwa semua nyeri adalah nyata, meskipun
penyebabnya belum diketahui. Keberadaan nyeri adalah berdasarkan hanya pada
laporan pasien bahwa nyeri itu ada.
Aplikasi transkultural pada gangguan nyeri baik
yang dilakukan oleh pasien berdasarkan apa yang dipercaya olehnya atau yang
dilakukan oleh perawat setelah melakukan pengkajian tentang latar belakang
budaya pasien adalah sebagai berikut:
a.
|
Dengan
membatasi gerak dan istirahat. Seorang pasien yang mengalami nyeri diharuskan
untuk tidak banyak bergerak karena jika banyak bergerak dapat memperparah dan
menyebabkan nyeri berlangsung lama. Menurut pandangan umat Islam, seseorang
yang menderita nyeri untuk mengurangi tau meredakannya dengan posisi istirahat
atau tidur yang benar yaitu badan lurus dan dimiringkan ke sebelah kanan. Hal
ini menurut sunah rasul. Dengan posisi tersebut diharapkan dapat meredakan
nyeri karena peredaran darah yang lancer akibat jantung yang tidak tertindih
badan sehingga dapat bekerja maksimal.
b.
Mengkonsumsi
obat-obatan tradisional. Beberapa orang mempercayai bahwa ada beberapa obat
tradisional yang dapat meredakan nyeri bahkan lebih manjur dari obat yang
diberikan oleh dokter. Misalnya, obat urut dan tulang ‘Dapol Siburuk’ dari
burung siburuk yang digunakan oleh masyarakat Batak.
c.
Dengan
dipijat atau semacamnya. Kebanyakan orang mempercayai dengan dipijat atau
semacamnya dapat meredakan nyeri dengan waktu yang singkat. Namun, harus
diperhatikan bahwa apabila salah memijat akan menyebabkan bertambah nyeri atau
hal-hal lain yang merugikan penderita. Dalam budaya Jawa ada yang disebut dukun
pijat yang sering didatangi orang banyak apabila mengalami keluhan nyeri
misalnya kaki terkilir.
Dalam menerapkan transkultural pada gangguan nyeri
harus tetap mempertahankan baik buruknya bagi si pasien. Semua aplikasi
transkultural sebaiknya dikonsultasikan kepada pihak medis agar tidak
menimbulkan hal yang tidak diinginkan.
3.
Aplikasi transkultural pada gangguan
kesehatan mental
Berbagai tingkahlaku luar biasa yang dianggap oleh
psikiater barat sebagai penyakit jiwa ditemukan secara luas pada berbagai
masyarakat non-barat. Adanya variasi yang luas dari kelompok sindroma dan
nama-nama untuk menyebutkannya dalam berbagai masyarakat dunia, Barat maupun
non-Barat, telah mendorong para ilmuwan mengenai tingkahlaku untuk menyatakan
bahwa penyakit jiwa adalah suatu ‘mitos’, suatu fenomena sosiologis, suatu
hasil dari angota-anggota masyarakat yang ‘beres’ yang merasa bahwa mereka
membutuhkan sarana untuk menjelaskan, memberi sanksi dan mengendalikan
tingkahlaku sesama mereka yang menyimpang atau yang berbahaya, tingkahlaku yang
kadang-kadang hanya berbeda dengan tingkahlaku mereka sendiri. Penyakit jiwa
tidak hanya merupakan ‘mitos’, juga bukan semata-semata suatu masalah sosial
belaka. Memang benar-benar ada gangguan dalam pikiran, erasaan dan tingkahlaku
yang membutuhkan pengaturan pengobatan.(Edgerton 1969 : 70).
Nampaknya, sejumlah besar penyakit jiwa non-barat lebih dijelaskan secara
personalistik daripada naturalistik.
|
Sebagaimana
halnya dengan generalisasi, selalu ada hal-hal yang tidak dapat dimasukkan
secara tepat ke dalam skema besar tersebut. Kepercayaan yang tersebar luas
bahwa pengalaman-pengalaman emosional yang kuat seperti iri, takut, sedih,
malu, dapat mengakibatkan penyakit, tidaklah tepat untuk diletakkan di dalam
salah satu dari dua kategori besar tersebut. Mungkin dapat dikatakan bahwa
tergantung situasi dan kondisi, kepercayaan-kepercayaan tersebut boleh
dikatakan cocok untuk dikelompokkan ke dalam salah satu kategori. Misalnya,
susto, penyakit yang disebabkan oleh ketakutan, tersebar luas di Amerika Latin
dan merupakan angan-angan. Seseorang mungkin menjadi takut karena bertemu
dengan hantu, roh, setan, atau karena hal-hal yang sepele, seperti jatuh di air
sehingga takut akan mati tenggelam. Apabila agen-nya berniat jahat, etiologinya
sudah tentu bersifat personalistik. Namun, kejadian-kejadian tersebut sering
merupakan suatu kebetulan atau kecelakaan belaka bukan karena tindakan yang
disengaja. Dalam ketakutan akan kematian karena tenggelam, tidak terdapat
agen-agen apa pun.
Kepercayaan-kepercayaan yang sudah dijelaskan di
atas menimbulkan pemikiran-pemikiran untuk melakukan berbagai pengobatan jika
sudah terkena agen. Kebanyakan pengobatan yang dilakukan yaitu mendatangi
dukun-dukun atau tabib-tabib yang sudah dipercaya penuh. Terlebih lagi untuk
pengobatan gangguan mental, hampir seluruh masyarakat desa mendatangi
dukun-dukun karena mereka percaya bahwa masalah gangguan jiwa/mental disebabkan
oleh gangguan ruh jahat. Dukun-dukun biasanya melakukan pengobatan dengan cara
mengambil dedaunan yang dianggap sakral, lalu menyapukannya ke seluruh tubuh
pasien. Ada juga yang melakukan pengobatan dengan cara menyuruh pihak keluarga
pasien untuk membawa sesajen seperti, berbagai macam bunga atau binatang
ternak.
|
Para ahli
antropologi menaruh perhatian pada ciri-ciri psikologis shaman. Shaman adalah
seorang yang tidak stabil dan sering mengalami delusi, dan mungkin ia adalah
seorang wadam atau homoseksual.namun apabila ketidakstabilan jiwanya secara
budaya diarahkan pada bentuk-bentuk konstruktif, maka individu tersebut dibedakan
dari orang-orang lain yang mungkin menunjukkan tingkahlaku serupa, namun
digolongkan sebagai abnormal oleh para warga masyarakatnya dan merupakan subyek
dari upacara-upacara penyembuhan. Dalam pengobatan, shaman biasanya berada
dalam keadaan kesurupan (tidak sadar), dimana mereka berhubungan dengan roh
pembinanya untuk mendiagnosis penyakit. para penganut paham kebudayaan
relativisme yang ekstrim menggunakan contoh shamanisme sebagai hambatan utama
dalam arguentasi mereka bahwa apa yang disebut penyakit jiwa adalah sesuatu
yang bersifat kebudayaan.
Dalam banyak masyarakat non-Barat, orang yang
menunjukkan tingkahlaku abnormal tetapi tidak bersifat galak maka sering diberi
kebebasan gerak dalam masyarakat mereka, kebutuhan mereka dipenuhi oleh anggota
keluarga mereka. Namun, jika mereka mengganggu, mereka akan dibawa ke sutu
temapt di semak-semak untuk ikuci di kamrnya. Sebuah pintu khusus (2 x 2 kaki)
dibuat dalam rumah, cukup untuk meyodorkan makanan saja bagi mereka dan sebuah
pintu keluar untuk keluar masuk komunitinya.
Usaha-usaha untuk membandingkan tipe-tipe gangguan
jiwa secara lintas-budaya umumnya tidak berhasil, sebagian disebabkan oleh
kesulitan-kesulitan pada tahapan penelitian untuk membongkar apa yang
diperkirakan sebagai gejala primer dari gejala sekunder. Misalnya,
gejala-gejala primer yaitu yang menjadi dasar bagi depresi. Muncul lebih dulu
dan merupakan inti dari gangguan. Gejala-gejala sekunder dilihat sebagai reaksi
individu terhadap penyakitya ; gejala-gejala tersebut berkembang karena ia
berusaha untuk menyesuaikan diri dengan tingkahlakunya yang berubah (Murphy,
Wittkower, dan Chance 1970 : 476).
|
C. Kasus Transkultural terhadap Diabetes
1. Tinjauan Kasus
Nilai Gula Darah
Normal
Kebanyakan manusia
bervariasi sekitar 82-110 mg/dl pada keadaan sebelum makan. Setelah makan akan
naik sekitar 140 mg/dl. The American Diabetes Association merekomendasikan
kadar glukosa pasca-makan <180 mg/dl dan pra-makan pada kadar 90-130 mg/ dl.
Pada laki-laki dewasa sehat denagn berat 75 kg dan volume 5 liter darah,
glukosa levelnya 110 mg/dl.
Pada penderita
diabetes, kadar glukosa saat puasa >126 mg/ dl dan saat normal >200 mg/
dl.
a. Masalah yang ditemukan pada kasus tersebut, diantaranya :
v
Laki-laki usia 50 tahun,
v
Pingsan saat rapat di kantornya,
v
Kadar
gula darahnya mencapai 450mg/dl,
v
Dua
tahun didiagnosis menderita Diabetes Mellitus tipe II,
v
Kegemukan, dan
v
Kesulitan
mengatur makanannya karena kebiasaan budaya Jawanya makan makanan yang manis.
b.Analisis
kasus
Ditinjau dari keadaan fisik :
-
Kegemukan
-
Kadar gula darah di atas normal
Ditinjau dari pola hidup :
-
Kurang aktivitas fisik
-
Banyak mengkonsumsi makanan mengandung gula
c. Peran perawat
o
Memberi interferensi berupa konsultasi,
penyuluhan komunitas dan pasien,bantuan dalam menjaga pola makan dan melakukan
implementasi independent dari dokter berupa pemberian obat dan aturan
pemakaian.
o
|
Memberikan pelayanan kesehatan selama medikasi di rumah
sakit dan menjaga kondisi kesehatan pasien agar tidak menurun bahkan
meningkatkan kondisi kesehatannya.
d. Peran dari segi transkultural
o Memberi
pendidikan kesehatan komunitas menyangkut deskripsi DM, diet dan bahayanya
o Mengkaji
jenis makanan yang biasa dikonsumsi komunitas tersebut
o Menghimbau
pola makan yang sesuai untuk diet DM dan juga dapat diterima pada budaya
pasien→dapat berupa mengganti gula yang ditolerir oleh penderita DM atau
mengurangi konsumsi gula yang biasa digunakan.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Pelayanan esensial yang diberikan oleh perawat
terhadap individu, keluarga , kelompok dan masyarakat yang mempunyai masalah
kesehatan meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan
menggunakan proses keperawatan untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
Keperwatan adalah suatu bentuk pelayanan professional sebagai bagian integral
pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan biologi, psikologi, social dan
spiritual secara komprehensif, ditujukan kepada individu keluarga dan
masyarakat baik sehat maupun sakit mencakup siklus hidup manusia.
Asuhan keperawatan
diberikan karena adanya kelemahan fisik maupun mental, keterbatasan pengetahuan
serta kurang kemauan menuju kepada kemampuan melaksanakan kegiatan sehari-hari
secara mandiri. Kegiatan ini dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan dengan
penekanan pada upaya pelayanan kesehatan utama (Primary Health care) untuk
memungkinkan setiap orang mencapai kemampuan hidup sehat dan produktif.
3.2 SARAN
Dalam penyusunan kurikulum
pendidikan perawatan seyogyanya memasukkan unsur caring dalam setiap mata
kuliah. Penekanan pada humansitik, kepedulian dan kepercayaan, komitmen
membantu orang lain dan berbagai unsur caring yang lain harus sudah dibangun
sejak perawat dalam masa pendidikan. Selain itu perlu dilakukan sosialisasi
konsep caring pada perawat guna memberikan pemahaman yang mendalam tentang apa
yang harus dilakukan perawat agar bersikap caring dalam setiap kontak dengan
pasien. Indikator-indikator caring harus dikenal dan diaplikasikan dalam
perawatan serta dievaluasi secara terus menerus
DAFTAR PUSTAKA
Watson, Jean.
(2004). Theory of human Caring. Http: //www2.uchse.edu/son/caring
Meidiana Dwidiyanti.
2008. Keperawatan Dasar. Semarang. Hasani
http://teguhyudi-teguhyudi.blogspot.com/2011/07/aplikasi-konsep-caring-dalam-praktek.html